Sabtu, 21 Februari 2015

MEMAHAMI AKIDAH ISLAM



1.1  PENGERTIAN AQIDAH

Akidah berakar dari kata عقد – يقد – عقيدة yang berarti tali pengikat sesuatu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika masih dapat dipisahkan berarti belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada akidahnya. Dalam pembahasan yang masyhur akidah diartikan sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan.
Dalam kajian Islam, akidah berarti tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam semesta ini. Akidah sebagai sebuah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan dan bantahan. Sedangkan M. Syaltut menyampaikan bahwa akidah adalah pondasi yang di atasnya dibangun hukum syariat. Syariat merupakan perwujudan dari akidah.

Ilmu yang membahas akidah disebut ilmu akidah. Ilmu akidah menurut para ulama adalah sebagai berikut:

a.  Syekh Muhammad Abduh mengatakan ilmu akidah adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap ada pada-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul-Nya, meyakinkan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada mereka, apa yang boleh dihubungkan pada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkan kepada diri mereka.
b. Ibnu Khaldun mengartikan ilmu akidah adalah ilmu yang membahas kepercayaan-kepercayaan iman dengan dalil-dalil akal dan mengemukakan alasan-alasan untuk menolak kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaan golongan salafdan ahlus sunnah.
c. menurut Hasan Al-banna :‘Aqaid (Bentuk plural dari aqidah )adalah beberapa perkara  yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa ,menjadi keyakinan yang bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.

d. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy: Aqidah  adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakinini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.

Dari kedua definisi tersebut dapat dijelaskan point penting berikut :

1.      Sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia.
Ilmu (kebenaran) dibagi menjadi dua yaitu ilmu dlarury dan ilmu nazhariy. Ilmu yang dihasilkan oleh indera dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu zlarury. Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhariy.
2.      Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran.
Indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan wahyu untuk menjadi pedoman dalam menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.
3.      Keyakinan tidak boleh bercampur sedikit pun dengan keraguan.
Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin (ilmu) ia akan mengalami terlebih dahulu 4 tingkatan sebelumnya, yaitu :
·         Syak (ragu), yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya.
·   Zhan, yaitu salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya.
·     Ghalabatuzh Zhan, yaitu cenderung lebih menguatkan salah satu karena suda meyakini dalil kebenarannya.
·      Yakin/Ilmu, yaitu keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keraguan. Keyakinan yang sudah sampai pada tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.
4.      Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa.
Artinya sesuatu keyakinan yang belum dapat menentramkan jiwa berarti bukanlah aqidah
5.      Menolak segala sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran itu.
Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan
6.  Tikat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya terhadap dalil.

Didalam Al-Qur’an  tidak ada satu ayat pun yang secara literal menunjuk pada kata aqidah, namun demikian terdapat beberapa istilah dengan akar kata yang sama dengan aqidah, yaitu (‘Aqada) , istilah tersebut antara lain :
·         ‘aqadat  kata ini digunakan untuk menyebut sumpah setia.
Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya, Allah menyaksikan segala sesuatu'." – (QS. An-Nisaa/4:33)
·         ‘aqadtum kata ini digunakan untuk menyebut sumpah.
Allah tidak menghukum kamu, disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu, disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, (QS.Al-Maidah/5:89)
 ·         ‘uqud yang berarti perjanjian
 Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (QS.Al-Maidah/5:1)
·         ‘uqdah yang berarti akad (ikatan), yaitu dalam hal nikah. kata ini tercantum pada ayat :
Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk ber-aqad nikah, sebelum habis iddahnya  (QS. Al-Baqarah/2:235)
·         Dan ‘uqad yang berarti simpul, yaitu simpul/buhul yang dihembus oleh tukang sihir. Kata ini terdapat pada ayat :
Dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir, yang menghembus pada buhul-buhul (simpul) (QS. Al-Falaq/113:4)


Ada istilah lain yang semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu iman dan tauhid.

a)      Iman
Ada yang menyamakan istilah iman dengan aqidah dan ada yang membedakannya. Bagi yang membedakannya beralasan bahwa aqidah hanyalah bagian dalam (aspek hati) dari iman, sebab iman menyangkut aspek dalam dan aspek luat. Aspek dalamnya berupa keyakinan dan aspek luarnya berupa pengakuan lisan dan pembuktian dengan amal. Permasalahannya tergantung dari definisi iman. Kalau kita mengikuti definisi iman menurut Asy’ ariah yang mengatakan iman hanyalah “membenarkan dalam hati”, maka iman dan aqidah ada dua istilah yang sama. Sebaliknya jika kita mengikuti definisi iman menurut ulama salaf (seperti Imam Ahmad, Malik, Syafi’i) yang mengatakan bahwa iman adalah sesuatu yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan, maka iman dan aqidah tidak persis sama maknanya.

b)     Tauhid
Tauhid artinya mengesakan Allah. Ajaran tauhid adalah tema sentral dalam aqidah Islam. Oleh karena itu, aqidah dan iman diidentikkan juga dengan istilah tauhid.

Ilmu akidah adalah ilmu yang membicarakan segala hal yang berhubungan dengan rukun iman dalam Islam dengan dalil-dalil dan bukti-bukti yang meyakinkan. Semua yang terkait dengan rukun iman tersebut sudah disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 285:

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

Dalam suatu hadis Nabi Saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril mengenai iman dengan mengatakan: “Bahwa engkau beriman kepada  Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat. Dan juga engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.” ( HR. Bukhari )
Sebagaimana telah kita diketahui bahwa agama Islam itu berasal dari empat sumber: al-Qur’an, hadis/sunnah Nabi, ijma’(kesepakatan) dan qiyas. Akan tetapi untuk akidah Islam sumbernya hanya dua saja, yaitu al-Qur’an dan hadis sahih, Hal itu berarti akidah mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak mungkin ada peluang bagi seseorang untuk meragukannya. Untuk sampai pada tingkat keyakinan dan kepastian ini, akidah Islam harus bersumber pada dua warisan tersebut yang tidak ada keraguan sedikitpun bahwa ia diketahui dengan pasti berasal dari Nabi. Tanpa informasi dari dua sumber utama al-Qur’an dan hadis, maka sulit bagi manusia untuk mengetahui sesuatu yang bersifat gaib tersebut.


1.2  RUANG LINGKUP AQIDAH

 Menurut Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi :

1.      Ilahiyyat,
yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Allah, seperti wujud Allah, sifat Allah, nama dan Perbuatan Allah dan sebagainya.
2.      Nubuwat, 
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang dibawa para Rasul ,mu’jizat rasul  dan lain sebagainya.
3.      Ruhaniyat,
yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti jin, iblis, syaitan , roh ,malaikat dan lain sebagainya
4.      Sam'iyyat,
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.

Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan aqidah yang termasuk dalam Rukun Iman, yaitu:   

1.      Iman kepada Allah
Pengertian iman kepada Allah ialah:
·         Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
·         Membenarkan dengan yakin keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam menerimah ibadah segenap makhluknya.
·         Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baru (makhluk).           
 
     Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya dimuka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah. 

2.      Iman Kepada Malaikat
     Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah beritikad adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya.        
Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyeru kita mengimankan sejenis makhluk yang gaib, yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasa oleh panca indera, itulah makhluk yang dinamai malaikat. Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt.
3.     Iman kepada kitab-kitab Allah
     Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah beritikad bahwa Allah ada menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. Baik untuk akhirat, maupun untuk dunia, baik secara induvidu maupun masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih ada sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Qur’an. Sedangkan yang masih ada namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, dan Zabur kepada Daud.
4.     Iman kepada Nabi dan Rasul
     Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Perbedaan antara Nabi dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan Allah yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat manusia.
Di Al-Qur’an disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga sebagai rasul ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada manusia dan menunjukkan cara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
5.     Iman kepada hari Akhir
     Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak diragukan lagi.
Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu Allah menghitung (hisab) amal perbuatan setiap orang yang sudah dibebani tanggung jawab dan memberikan putusan ganjaran sesuai dengan hasil perbuatan selama di dunia.         
6.     Iman kepada qada dan qadar
     Dalam menciptakan sesuatu, Allah selalu berbuat menurut Sunnahnya, yaitu hukum sebab akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-hal khusus yang sangat jarang terjadi. Sunnah Allah ini mencakup dalam ciptaannya, baik yang jasmani maupun yang bersifat rohani.         
Makna qada dan qadar ialah aturan umum berlakunya hukum sebab akibat, yang ditetapkan olehnya sendiri. Definisi segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah SWT, untuk segala yang ada.
  
1.3  SUMBER AQIDAH
            
Sumber aqidah islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah artinya informasi apa saja yang wajib diyakini  hanya diperoleh melalui Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Al-Qur’an memberikan penjelasan kepada manusia tentang segala sesuatu. Firman Allah :
dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat, bagi orang-orang yang berserah diri (QS. Al- Nahl/16: 89)
            Sedangkan akal fikiran bukanlah merupakan sumber aqidah, dia hanya berfungsi untuk memahami nash-nash (teks) yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah (jika diperlukan). Itupun harus didasari oleh semua kesadaran bahwa kemampuan akal manusia sangat terbatas.
            Informasi mengenai pencipta alam ini dan seisinya adalah dalil Allah yang hanya bisa diketahui melalui Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Manusia dengan akalnya semata tidak dapat mengetahui siapa yang meciptakan alam. Akal manusia hanya dapat memikirkan keteraturan dan keseimbangan.
     
DALIL / ARGUMENTASI DALAM AKIDAH
Argumentasi yang kuat dan benar yang memadai disebut Dalil. Dalil dalam akidah ada dua yaitu:
a.       Dalil ‘Aqli (عقلي دليل )
Dalil yang didasarkan pada penalaran akal yang sehat. Orang yang tidak mampu mempergunakan akalnya karena ada gangguan, maka tidak dibebani untuk memahami Akidah. Segala yang menyangkut dengan Akidah, kita tidak boleh meyakini secara ikut-ikutan, melainkan berdasarkan keyakinan yang dapat dipelajari sesuai dengan akal yang sehat.
b.      Dalil Naqli  (دليل نقلي)
Dalil naqli adalah dalil yang didasarkan pada al-Qur’an dan sunah.Walaupun akal manusia dapat menghasilkan kemajuan ilmu dan teknologi, namun harus disadari bahwa betapapun kuatnya daya pikir manusia, ia tidak akan sanggup mengetahui hakikat zat Allah yang sebenarnya. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk menyelidiki yang ghaib, untuk mengetahui yang ghaib itu kita harus puas dengan wahyu Allah. Wahyu itulah yang disebut dalil Naqli.
Kebenaran dalil Naqli ini bersifat Qat’iy(pasti), kebenarannya mutlak serta berlaku untuk semua ruang dan waktu. Dalil Naqli ada dua yaitu al-Qur’an dan hadis Rasul. Hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal, cukup diyakini kebenarannya tanpa harus membuktikan dengan akal. Termasuk ke dalam bagian ini adalah hakikat hal-hal yang ghaib, seperti kiamat, alam barzakh, alam makhsyar, surga, neraka, malaikat,dan lain sebagainya.

1.4      TUJUAN AKIDAH ISLAM
Akidah Islam mempunyai tujuan yaitu:
a.       Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah. Karena Allah adalah Pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya .
b.      Membebaskan akal dan pikiran dari kegelisahan yang timbul dari lemahnya akidah. Karena orang yang lemah akidahnya, adakalanya kosong hatinya dan adakalanya terjerumus pada berbagai kesesatan dan khurafat.
c.       Ketenangan jiwa dan pikiran tidak cemas. Karena akidah ini akan memperkuat hubungan antara orang mukmin dengan Allah, sehingga ia menjadi orang yang tegar menghadapi segala persoalan dan sabar dalam menyikapi berbagai cobaan.
d.      Meluruskan tujuan dan perbuatan yang menyimpang dalam beribadah kepada Allah serta berhubungan dengan orang lain berdasarkan ajaran al-Qur’an dan tuntunan Rasulullah saw.

1.5      METODE-METODE PENINGKATAN KUALITAS AKIDAH
Di antara cara atau metode yang bisa diterapkan adalah
a.       Melalui pembiasaan dan keteladanan.
Pembiasaan dan keteladanan itu bisa dimulai dari keluarga. Di sini peran orang tua sangat penting agar akidah itu bisa tertanam di dalam hati sanubari anggota keluarganya sedini mungkin. Keberhasilan penanaman akidah tidak hanya menjadi tanggungjawab guru saja, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak. Karena itu, semuanya harus terlibat. Selain itu pembiasaan hidup dengan kekuatan akidah itu harus dilakukan secara berulang-ulang (istiqamah), agar menjadi semakin kuat keimanannya.
b.      Melalui pendidikan dan pengajaran
Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain untuk menanamkan akidah di dalam hatinya. Penanaman kalimat-kalimat yang baik seperti dua kalimat syahadat dan kalimat LaailahaaillAllah (tiada Tuhan selain Allah) sangat penting untuk menguatkan keimanan seseorang.
1.6      PRINSIP-PRINSIP AKIDAH ISLAM
Prinsip-prinsip akidah secara keseluruhan tercakup dalam sejumlah prinsip agama Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
a.       Pengakuan dan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah Esa.
b.      Pengakuan bahwa para Nabi telah diangkat dengan sebenarnya oleh Allah Swt. untuk menuntun umatnya.
c.       Kepercayaan akan adanya hari kebangkitan.

Sumber : Buku Akidah Akhlak

3 komentar: