Sabtu, 21 Februari 2015

TAUHID



1.      Pengertian Tauhid
Menurut bahasa kata tauhid berasal dari bahasa Arab tauhid bentuk masdar (infinitif) dari kata wahhada, yang artinya al-i’tiqaadu biwahdaniyyatillah (keyakinan atas keesaan Allah). Sedangkan pengertian secara istilah tauhid ialah meyakini bahwa Allah Swt. itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat syahadat. Laailahailla Allah (tidak ada Tuhan selain Allah).Tauhid artinya mengesakan Allah. Esa berarti Satu. Allah tidak boleh dihitung dengan satu, dua atau seterusnya, karena kepada-Nya tidak layak dikaitkan dengan bilangan. Beberapa ayat al-Qur’an telah dengan jelas mengatakan keesaan Allah. Di antaranya surah al-Ikhlas ayat 1-4 sebagai berikut:
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Q.S. al-Ikhlas [112]:1-4)
Dari ayat di atas dapat ditangkap penjelasan bahwa Allah itu Maha Esa. Keesaan Allah Swt. itu menurut M. Quraish Shihab mencakup keesaan Zat, keesaan Sifat, keesaan Perbuatan, serta keesaan dalam beribadah kepada Nya.Keesaan Zat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah Swt. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian. Karena, bila Zat Yang Maha Kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih—betapapun kecilnya unsur atau bagian itu—maka ini berarti Dia membutuhkan unsur atau bagian itu, atau dengan kata lain, unsur atau bagian ini merupakan syarat bagi wujud-Nya.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Allah Swt. sifat-sifat yang wajib pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan sifat-sifat yang sama sekali harus ditiadakan daripada-Nya, serta tentang rasul-rasul Allah Swt. untuk menetapkan kerasulan mereka, hal-hal yang wajib ada pada diri mereka, hal-hal yang boleh(dinisbahkan) kepada mereka, dan hal-hal terlarang mengaitkannya kepada mereka.
2.      Nama-Nama Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid memiliki beberapa sebutan lain seperti berikut:
a.       Ilmu Ushuluddin
Kata ushuluddin terdiri dari dua kata yaitu ushul yang berarti pokok atau pangkal dan din yang berarti agama. Jadi ilmu ushuluddin adalah ilmu tentang pokok-pokok agama. Ilmu tauhid sering disebut juga dengan ilmu ushuluddin (pokok-pokok atau dasar-dasar agama) karena ilmu itu menguraikan pokok-pokok atau dasar-dasar agama.
b.      Ilmu Aqaid
Ilmu tauhid sering juga disebut ilmu aqaid (keyakinan), karena ilmu tersebut membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keyakinan.
a.       Ilmu Kalam
Kata kalam berarti perkataan atau kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud pengertian. Kata kalam kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu berkata-kata. Jadi ilmu kalam adalah ilmu tentang kalam Allah.Ilmu tauhid sering juga disebut dengan ilmu kalam.
Penamaan ilmu kalam didasarkan pada beberapa alasan, antara lain;
·         Problem-problem yang diperselisihkan umat Islam pada masamasa awal dalam ilmu ini adalah masalah Kalam Allah Swt. yaitu al-Qur’an, apakah ia makhluk dalam arti diciptakan ataukah ia qadim dalam arti abadi dan tidak diciptakan.
·         Dasar dalam membahas masalah-masalah ke Tuhanan tidak lepas dari dalil-dalil aqliyang dijadikan sebagai argumentasi yang kuat sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan dalam logika (mantiq) yang penyajiannya melalui permainan (kata-kata) yang tepat dan jitu.
b.      Ilmu Ilahiah
Ilmu tauhid juga dikenal dengan sebutan ilmu ilahiah, karena yang menjadi obyek utama ilmu ini pada dasarnya adalah masalah ketuhanan. Ilmu tauhid juga kadang disebut dengan teologi. Teologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan. Kata teologi berasal dari dua kata yaitu theoyang berarti Tuhan dan logosyang berarti ilmu. Tetapi apabila kata teologi dipakai untuk membicarakan tentang Tuhan dalam Islam, maka hendaklah selalu ditambahkan kata Islam di belakangnya, sehingga menjadi teologi Islam. Sebab kata itu dapat juga dipakai untuk membicarakan Tuhan menurut agama-agama yang lain, seperti teologi Kristen, teologi Hindu, dan sebagainya. Ini semua dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teologi Islam, ilmu kalam, dan ilmu tauhid memiliki kesamaan pengertian, yaitu di sekitar masalah-masalah sebagai berikut;
·         Kepercayaan tentang Tuhan dengan segala seginya, yang berarti termasuk di dalamnya soal-soal wujud-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya dan sebagainya.
·         Pertalian-Nya dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya persoalan terjadinya alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan, serta qadadan qadar. Pengutusan rasul-rasul juga termasuk di dalam persoalan pertalian manusia dengan Tuhan, yang meliputi juga soal penerimaan wahyu dan berita-berita alam ghaib atau akhirat.
3.      Ruang Lingkup Tauhid
Pokok-pokok pembahasan yang menjadi ruang lingkup ilmu tauhid meliputi tiga hal sebagai berikut:
a.       Ma’rifat al-mabda’ yaitu mempercayai dengan penuh keyakinan tentang Pencipta alam yaitu Allah Swt. Hal ini sering diartikan dengan wujud yang sempurna, wujud mutlak atau wajibul wujud.
b.      Ma’rifat al-watsiqah yaitu mempercayai dengan penuh keyakinan tentang para utusan Allah Swt. yang menjadi utusan dan perantara Allah Swt. dengan umat manusia untuk menyampaikan ajaran-ajaran Nya, tentang kitab-kitab Allah yang dibawa oleh para utusan-Nya dan tentang para malaikat-Nya.
c.       Ma’rifat al-ma’ad yaitu mempercayai dengan penuh keyakinan akan adanya kehidupan abadi setelah mati di alam akhirat dengan segala hal ihwal yang ada di dalamnya.
4.      Macam-Macam Tauhid
Berdasarkan jenis dan sifat keyakinan tauhid, para ulama membagi ilmu tauhid dalam empat bagian; yaitu:
a.       Tauhid yang berhubungan dengan ke Tuhanan yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah kita harus berTuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh dan merendah serta tidak kepada yang lain. Tauhid ini mengandung makna bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Semua amal ibadah harus disandarkan kepada-Nya.
Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. (Q.S. al-Mukmin: 65)
b.      Tauhid yang berhubungan dengan sifat Allah yang Maha Memelihara yaitu mempercayai bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa dan pengatur alam semesta ini. Tauhid ini juga mengandung pengertian keyakinan atas keesaan Allah dalam penciptaan alam. Allah adalah al-Khaliq. Hanya Allah Pencipta dan Penguasa alam semesta.

kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik (Q.S.al-Mukminnjn: 14).
c.       Tauhid yang berhubungan dengan kesempurnaan sifat Allah yaitu mempercayai hanya Allah Swt. yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan.

Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal  Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohongi (dengan mengatakan): «Bahwasanya  Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan», tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha suci  Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. (Q.S. Al-An’am [6] : 100)
d.      Tauhid yang berhubungan dengan kekuasaan Allah yaitu mempercayai bahwa Allah sebagai satu-satunya Zat yang menguasai alam semesta, tidak ada lagi zat lain yang turut serta dalam kekuasaan-Nya. Tidak ada sekutu atas kekuasaan Allah di jagat raya ini. Allah adalah al-Malik, Maha Raja di atas raja-raja yang ada di dunia.
 
Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Ali Imran : 26)
5.      Hikmah dan Manfaat Bertauhid
Orang yang bertauhid akan memiliki hikmah yang besar, antara lain:
a.       Tauhid yang kuat akan menumbuhkan sikap kesungguhan, pengharapan dan optimisme di dalam hidup ini. Sebab orang yang bertauhid meyakini bahwa kehidupan dunia adalah ladang akhirat.
b.      Orang yang bertauhid jika suatu saat dikaruniai harta, maka ia akan bersyukur dan menggunakan hartanya itu di jalan Allah. Sebab ia yakin bahwa harta dan segala yang ada adalah milik Allah.
c.       Dengan bertauhid akan mendidik akal manusia supaya berpandangan luas dan mau mengadakan penelitian tentang alam. Al-Qur’an telah memerintahkan kepada kita supaya memperhatikan penciptaan langit, bumi, dan segala isinya.
6.      Bahaya Tidak Bertauhid
Keimanan yang kuat akan memberikan hikmah dan manfaat yang besar. Sebaliknya, sikap tidak bertauhid akan mendatang hal-hal negatif, diantaranya:
a.       Orang yang tidak bertauhid tidak akan mempunyai rasa optimisme dan pengharapan dalam hidup, karena tidak ada dalam benaknya keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati.
b.      Orang yang tidak bertauhid akan berpandangan sempit. Tidak ada dorongan di dalam hatinya untuk melakukan penelitian dan renungan tentang rahasia di balik kekuasaan Allah Swt. Karena ia tidak percaya terhadap Allah Swt. Penghidupannya akan menjadi sempit, seperti firman Allah Swt dalam (QS. thaha : 124).
  
“dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".
c.       Orang yang tidak bertauhid akan mudah tertipu oleh hal-hal yang bersifat keduniawian. Prinsip hidup orang seperti ini yang penting senang, tidak peduli apakah hal itu benar atau salah.
d.      Orang yang tidak bertauhid akan tertutup hatinya. Jiwanya mengalami disfungsi. Pesan-pesan Allah tidak akan mampu tertangkap meskipun Allah begitu dekat.
  
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup dan bagi mereka siksa yang Amat berat. (QS. al-Baqarah : 7)
 
Sumber : Buku Akidah Akhlak

ASMAUL HUSNA

A.    Menguraikan 10 Asmaul Husna yakni (Al Muqsith, An Nafii`, Al Waarist, Ar Raafi`, Al Baasith, Al Hafizh,  Al Waduud, Al Waalii, Al Mu`izz,  Al Afuww).

Menurut bahasa, asma’ul husna berarti nama-nama yang baik, sedangkan menurut istilah berarti nama-nama baik yang dimiliki Allah sebagai bukti keagungan dan kemuliaan-Nya. Di dalam al-Qur’an nama-nama yang baik dijelaskan pada Qs. Al-A’raf/7: 180 sebagai berikut :

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al-A’raf/7: 180)

Nama-nama indah (Asmaul Husna) yang berjumlah 99 menurut hitungan ulama Sunni, dapat dirangkai secara kronologis begitu indah ibarat seuntai tasbih. Dimulai dengan lafadz al-jalalah, Allah, dengan angka 0 (nol), yang di anggap angka kesempurnaan, disusul dengan al-Rahman, al-Rahim dan seterusnya sampai angka ke 99, al-Sabur. Dan kembali lagi ke angka nol, Allah (al-jalalah), atau kembali lagi ke pembatas besar dalam untaian tasbih, symbol angka nol berupa cyrcle, bermula dan berakhir pada stu titik, atau menurut istilah Al-Qur’an: Inna li Allah wa inna ilaihi raji’un,(kita berasal dari tuhan dan akan kembali kepada-Nya).

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Asmaul Husna Allah SWT berjumlah 99 nama. Sebagian dari Asmaul Husna tersebut termasuk kedalam sifat wajib Allah, yakni sifat-sifat dan  pasti dimiliki Allah SWT. Mengenai jumlah Asmaul Husna Rasulullah SAW bersabda; Artinya:” Sesunnguhnya Allah itu mempunyai Sembilan puluh Sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa menghafalkannya dengan meyakini akan kebenarannya maka ia masuk syurga, sesungguhnya Allah itu maha ganjil tidak genap dan senang sekali sesuatu yang ganjil. (HR. Ibnu Majah).

Kembali lagi ke pembahasan awal, yakni menguraikan sifat Allah dalam Asmaul Husna (Al Muqsith, An Nafii`, Al Waarist, Ar Raafi`, Al Baasith, Al Hafizh,  Al Waduud, Al Waalii, Al Mu`izz,  Al Afuww). 
Untuk lebih jelasnya saya akan menguraikan sebagai berikut;

1)      Al Muqsith             المقسط    Yang Maha Seimbang.

Allah tidak pernah memberatkan satu pihak dengan pihak yang lain, dan Allah tidak meringankan satu pihak dengan pihak yang lain, kaya dan miskin, kedudukan raja dan budak, semuanya di Anggap sama.

2)      An Nafii`               النافع      Yang Maha Memberi Manfaat.

Dikatakan bahwa Dialah yang memberi Manfaat, Allah menciptakan apa-apa yang ada di bumi ini untuk memberikan manfaat kepada mahluknya.

3)      Al Waarits             الوارث   Yang Maha Pewaris.

Dalam kehidupan manusia Allah tidak hanya mewarisi harta, tanah/daerah (QS, Al-Ahzab 33.27) tapi juga Al-Qur’an (Qs. Al-Fatir 35.32) bahkan atas izin-Nya seseorang dapat mewarisi ilmu (An-Naml 27.16) yang penting adalah mewarisi syurga (Qs. Maryam 19.19) .

4)      Ar Raafi`               الرافع     Yang Maha Meninggikan (makhluknya).
Walaupun kita sudah jatuh, Ia dapat membangkitkan kita kembali, walaupun sudah mencapai titik rendah, Ia bisa meninggikan kembali. Karena tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah untuk dapat melakukannya.

5)      Al Baasith              الباسط    Yang Maha Melapangkan (makhluknya).

Ketika kita dihadapkan dengan permasalahan hidup seakan-akan hari-hari yang kita hadapi cukup lama, ketika kita mendapatkan musibah seakan-akan kita pesimis untuk dapat melaluinya dan enngan mengikhlaskannya. Tapi ketika kita sadar, Dialah (Allah)  yang maha melapangkan segala-galanya, Dalah yang melapangkan jiwa kita, yang membesarkan hati kita dan meningkatkan kesadaran kita. Karena Allah Maha Pengasih lagi penyayang hamba-Nya.

6)      Al Hafizh               الحفيظ    Yang Maha Memelihara.

Begitu besar-Nya ia,  sehingga segala sesuatu dapat dipelihara-Nya, tanpa pilih kasih, manusia yang kecil, yang sempit wawasannya tidak bisa mengasihi setiap orang. Manusia juga tidak bisa disebut sang pemelihara. Paling banter, kita hanya memelihara keluarga kita sendiri dan itupun karena kehendak-Nya. Tanpa rahmat-Nya kita tidak dapat melakukan apapun. Sebagai pemelihara dan melestarikan sifat-sifat bijak kita. Ia memberikan kepada fisik kita, ia pula yang memenuhi kebutuhan rohani kita. Pada saat melemah Ia lah sumber kekuatan, karena Ia adalah yang memberi kekuatan (al-Muqit).


7)      Al Waduud            الودود     Yang Maha Mengasihi. 

Imam Al-Ghazali berkata, bahwasanya kata Wadud itu lebih mendekati makna rahmat, tetapi  rahmat  menyandarkan kebaikan kepada orang yang dikasihani, sedangkan orang yang dikasihani ialah orang yang membutuhkan dan orang yang kesulitan. Perbuatan Ar-Rahim itu mensyaratkan orang yang dikasihani itu lemah, sedangkan perbuatan Al-Wadud  itu tidak demikian. Sebab, rahmat yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehenndaki-Nya, termasuk di dalamnya orang mukmin, orang durhaka, orang kuat dan orang lemah. Tetapi kasih sayang-Nya khusus bagi orang-orang mukmin, sebab mereka adalah orang-orang yang dikasihi oleh Allah dan merekalah orang-orang yang khusus mendapatkan kasih saayang-Nya sebagai tambahan dari rahmat yang telah mereka peroleh.

8)      Al Walii                 الولي      Al-Waliy  Yang Maha Melindungi

Sahabat-sahabat kita di dunia ini tidaklah bisa melindungi kita, hari ini melindungi besok tidak, hari ini sahabat, bisa jadi besok berubah menjadi musuh, bahkan ketika ada suatu bencana pun mereka tak mampu menolong kita, Mereka bukanlah sahabat sejati kita, mereka hanyalah teman bagi kita, karena hanya Allah lah yang bisa melindungi kita kapan pun dan dimanapun, karena erlindungan-Nya tak terbatas oleh ruang dan waktu.

9)      Al Mu`izz               المعز      Yang Maha Memuliakan (makhluk-Nya).

Dikatakan bahwa Al-Mu’izz  itu adalah Dzat yang memberikan kemuliaan kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, sedangkan Al-Mudzill itu ialah Dzat yang menundukkan orang yang dikehendaki-Nya dengan jalan menghinakannya. Namun jangan lupa di balik penarikannya kembali itupun terdapat kemurahan Allah, Ia ingin meningkatkan kesadaran kita dan merendahkan derajat kita  itu merupakan sarana untuk mencapai apa yang di inginkan-Nya. Hanya kesadarn yang bisa menyelamatkan kita, dan Ia ingin kita selamat, makadari itu janagn pernah meragukan kebijakan-Nya, apapun di lakukan oleh-Nya untuk membuat kita sadar. Karena Ia maha Memuliakan (mahluk-Nya).

10)    Al- Afuww           العفو     Yang Maha Pemaaf.

Al Afuww ialah Dzat yang menghapuskan segala kejahatan dan memaafkan orang-orang yang telah berbuat maksiat. Kata al-Afuww  ini mendekati makna Al-Ghafur, tetapi ia lebih sempurna. Sebab, Al-Ghafur itu adalah as-sitr (merahasiakan), sedangkan Al-Afuww itu adalah al-mahwu (menghapuskan).

Dikatakan bahwa para malaikat yang ditugasi untuk mencatat amal perbuatan manusia menghaturkan catatan amal-amalnya pada hari kiamat, lalu mereka lihat sebagian besar lembaran amal itu telah terhapus, padahal mereka mengetahui apa isinya. Maka sadarlah mereka bahwa Allah telah menghendaki kebaikan buat orang itu.

Firman Allah: “Dan Dialah yang menerinza tobat dari hamba-hamba-Nya dan  memaafkan kesalahan-kesalahan…” (QS. Asy-Syura: 25).

B.     Kebenaran tanda-tanda kebesaran Allah melalui 10 Asmaul Husna (Al Muqsith, An Nafii`, Al Waarist, Ar Raafi`, Al Baasith, Al Hafizh,  Al Waduud, Al Waalii, Al Mu`izz,  Al Afuww).

Betapa mulia ajaran Rosulullah yang dengan kalam-Nya mengajarkan padakita tentang kebesaran dan keagungan Allah SWT. Begitu banyak kejadian alam maupun keajaiban yg tampak sebagai bukti kebesaran dari-Nya. Semoga dengan kebesaran yang Allah perlihatkan kepada kita senantiasa akan menjadikan kita lebih mendekatkan diri pada-Nya.  Berikut adalah sebagian dari kebesaran Allah yang terangkum dalam 10 Asmaul Husna,
  • Al Muqsith     المقسط   Yang Maha Seimbang.
Kita sudah menyaksikan bayak sekali oreng-orang yang kaya menjadi miskin, dan sebaliknya oaring miskin menjadi kaya, atau pangkat seseorang dengan tiba-tiba di copot, sedangkan orang tak punya keinginan untuk memperoleh pangkat, justru ia di angkat, inilah yang yang sesungguhnya terjadi di sekitar kita, karena Dia adalah Dzat yang mengambil hak orang yang teraniaya dari orang yang menganiaya. Kesempurnaan-Nya adalah dengan menjadikan orang teraniaya itu merelakan perbuatan orang yang menganiayanya. Ini merupakan puncak dari sifat adil tanpa pandang bulu, dan tidak bisa dilakukan kecuali oleh Allah SWT.
  • An Nafii`        النافع     Yang Maha Memberi Manfaat.
Tidakkah kita berpikir bahwa Allah menciptakan segala sesuatu  untuk memenuhi kebutuhan kita? Hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan seluruh ciptaan Allah di jagad raya ini, di antara tumbuh-tumbuhan banyak sekali kasiat yang bermanfaat, sehingga bisa di jadikan obat untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita, atas izin-Nya pula seseorang dapat menjadi dokter yang bisa menyembuhkan pasien-pasiennya. Dan semua itu tidak akan terjadi kecuali dengan kebesaran Allah.
  • Al Waarits      الوارث   Yang Maha Pewaris.
Lautan samudra, Tanah tempat kita menginjakkan kaki sehari-hari, bulan, bintang dan masih banyak lagi ciptaan-Nya yang tidak bisa kita hitung, Allah telah mewariskan sebagian dari apa yang Ia ciptakan untuk kita, Dalam kehidupan manusia Allah tidak hanya mewarisi harta, tanah/daerah (QS, Al-Ahzab 33.27) tapi juga Al-Qur’an (Qs. Al-Fatir 35.32) bahkan atas izin-Nya seseorang dapat mewarisi ilmu (An-Naml 27.16) yang penting adalah mewarisi syurga (Qs. Maryam 19.19) . Orang-orang yang memandang dengan mata hati senantiasa menyaksikan makna dari ayat-ayat ini dan mendengarkannya. Mereka yakin bahwa kerajaan itu hanya milik Allah sendiri, pada setiap hari, setiap saat, dan setiap detik, karena itulah Dia azali dan abadi. Hal ini dapat dicapai oleh mereka yang memahami hakikat tauhid, dan mengetahui bahwa yang tunggal perbuatannya di langit dan di bumi hanya satu. Berakhlak dengan ism ini mengharuskan kita menjadi warits dari apa yang telah dilakukan oleh orang-orang saleh, sebab ulama itu adalah pewaris para nabi.
  • Ar Raafi`        الرافع    Yang Maha Meninggikan (makhluknya).
Bukan suatu hal yang mustahil jika Allah bisa membangkitkan orang yang sudah meninggal dunia, pernah kita jumpai kisah dari orang yang pernah mengalami mati suri, Allah punya alasan tersendiri mengapa Ia memberikan kesempatan pada mereka untuk hidup kembali di dunia, memang kedengarannya sangat tidak masuk akal, tapi kenyataan itu memang ada. Dan semua itu adalah bentuk dari kebesaran Allah SWT. Wallahua’lam.
  • Al Baasith      الباسط    Yang Maha Melapangkan (makhluknya).
Allah tidak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan  hamba-Nya, tidakkah kita merasakan Ketika kita mendapat suatu musibah, sepertinya kita sudah tak mempunyai kekuatan apa-apa, kita merasa lemah, dan terpuruk, tapi tanpa kita sadari pada ahirnya kita juga dapat melaluinya, sungguh ini merupakan kebesaran Allah yang melapangkan, hati kita, jiwa kita, dan kesabaran kita. Dan sudahkah kita sadar jika demikian adalah bentuk kebesaran allah dalam sifat-Nya Al-Baasith?.
  • Al Hafizh        الحفيظ    Yang Maha Memelihara.
Begitu besarnya Allah,  sehingga segala sesuatu dapat dipelihara-Nya, tanpa pilih kasih, manusia yang kecil, yang sempit wawasannya tidak bisa mengasihi setiap orang. Ia memberikan kesehatan  kepada fisik kita, ia pula yang memenuhi kebutuhan rohani kita. Dan Pada saat melemah Ia lah sumber kekuatan,
  • Al Waduud    الودود    Yang Maha Mengasihi.
Dimana ada kesulitan pasti di situ terdapat kemudahan, dimana ada kepedihan pasti ada kebahagiaan sesuai yang telah di janjikan, dan Allah akan mengganti sesuatu yang hilang dengan sesuatu yang baru yang lebih baik, karena Allah jauh lebih tahu dengan apa yang kita butuhkan. Begitulah kebesaran Allah dalam Mengasihi hamba-hamba-Nya.
  • Al Walii          الولي     Al-Walii  Yang Maha Melindungi
Msihkah kita teringat dengan musibah-musibah yang terjadi beberapa tahun lalu? Gempa tsunami yang menimpa aceh, gempa di jogja, gempa wasior, lumpur lapindo yang sampai sekarang masih aktif. lalu mengapa sebagian dari mereka ada yang selamat? Siapa lagi selain Allah yang bisa melindungi mereka dari bencana tersebut, karena Allah  mereka bisa  selamat, tidak mungkin tanpa kekuatan dari Allah mereka dapat menyelamatkan dirinya masing-masing, karna kebesaran Allah yang bersifat melindungi inilah mereka dapt selamt, bahkan masih dapat bernafas hingga saat ini. Dan masih banyak lagi kebesaran Allah dalam sifat Al-Walii yang tidak mungkin dapat di uraikan disini.
  • Al Mu`izz       المعز     Yang Maha Memuliakan (makhluk-Nya).
Seseorang bisa bangkrut dari usahanya, sebaliknya seseorang bisa meningkat atau meraih untung dari usahanya usahanya, bahkan ada seorang yang hanya berdagang nasi pecel, tapi ia dapat berangkat haji ke Baitullah, dan tidak sedikit orang yang hidup bergelimbang harta tapi hidupnya tidak bahagia, mengapa demikian? Karena Allah mengangkat derajat orang-orang yang sabar, karena Allah mengangkat derajat orang yang teraniaya, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki, ini adalah sebagian contoh  dari kebesaran Allah melalui sifat-Nya Al-Muizz.
  • Al Afuww      العفو      Yang Maha Pemaaf.
Kadang kita tidak mau memaafkan perbuatan buruk seseorang yang dilakukan pada kita, padahal perbuatan itu tidak seberapa jika di bandingkan perbuatan buruk kita kepada Allah, yang sering melupakannya, bahkan mungkin lebih buruk, tapi Allah tidak peduli semu itu, siapapun yang bersungguh-sungguh bertobat kepadanya, maka Ia akan menerimanya. Apa kita tidak membayangkan jika perbuatan buruk kita sekecil apapun tidak akan di maafkan oleh Allah? Lalu apa yang kita harus kita lakukan? Untuk itu sebuah kebesaran dari Allah jika Ia dapat memaafkan seluruh hambanya yang sungguh-sungguh bertobat kepada-Nya.sesuai dalam Firman Allah:
Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan…” (QS. Asy-Syura: 25).

C.    Perilaku orang yang mengamalkan 10 Asmaul Husna, (Al `Aziiz , Al Ghafuur, An Nafii`, Al Baasith, Ar Ra`uuf, Al Barri, Al `Adl, Al Ghaffaar, Al Fattaah, Al Qayyuum) dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun iman itu meliputi tiga insur yaitu,ucapan, ketetapan dalam hati dan berbuat dengan anggota badan (berbuat), orang yang beriman kepada Allah harus dapat membuktikan keimanan tersebut dalam perilaku hidup sebagai pengamalan 10 Asmaul Husna di atas adalah sebagai berikut:

1.      Al-Aziz yang berarti Maha Perkasa, Allah maha perkasa dalam segala hal, keperkasaan-Nya tidak terbatas, Allah perkasa dalam menciptakan menciptakan sesuatu menurut kahaendak-Nya, memelihara atau menghacurkan sesuatu menurut kehendak-Nya pula. Adapun orang yang mengamalkan sifat Al-Aziz maka ia akan tegar, tidak lemah, tegas dan kokoh dalam mengerjakan kewajiban sebagai hamba Allah, karena godaan selalu ada. Adapun Dalil naqli al-Aziz.

 Qs. Al-Ankabut/29: 42

إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Artinya; “Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

2.      Al-Ghafuur yang artinya Maha Pemaaf, Orang yang mengamalkan sifat tersebut senantiasa murah hati untuk bisa memaafkan seseorang lain yang telah membuat kesalahan pada dirinya.

3.      An-Nafii’ yang artinya Maha Memberi Manfaat, orang yang mengamalkan sifat tersebut maka ia Pandai-pandai mensyukuri nikmat dan karunia Allah yang diterima dengan memanfaatkan nikmat tersebut sesuai dengan peunjuk islam.

4.      Al-baasith yang artinya Maha Melapangkan, Seseorang yang mengamalkan sifat ini pasti bersifat qana’ah terhadap nasib dirinya tidak murka terhadap semua anugrah yang di berikan kepada orang lain, senantiasa menyadari bahwa Allah lah yang mengatur rezeki manusia.

5.      Ar-Rauuf yang Artinya Maha Belas Kasih, dan orang yang mengamalkan sifattersebut dalam kehidupan sehari-hari ia Tidak tamak terhadap keduniaan karena sadar bahwa sesuatu yang baik belum tentu membawa berkah dan manfaat bagi dirinya. Kemanfaatan dan keberkahan sesuatu hanya ada pada Allah SWT.

6.      Al-Barri yang artinya Maha Dermawan, Orang yang mengamalkan sifat ini ia Gemar mendermakan sebagian hartayang dimiliki untuk menyantuni fakir miskin maupun anak yatim, sebagaimana Allah berderma kepada semua Mahluk-Nya.

7.      Al-Adl yang artinya Maha Adil, maka orang yang mengamalkan sifattersebut, ia pasti Memutuskan perkara secara adil sesuai hukum yang berlaku, tidak memihak kepada siapapun dalam memutuskan suatu perkara, membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Adapun Dalil naqli al’Adl, dalam surat (Fushshilat/41:46)


مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاء فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.


8.      Al-Ghaffar yang artinya Maha Pengampun, dan orang yang mengamalkan sifat ini maka ia mudah memaafkan kesalahan orang lain, meskipun orang tidak tersebut tidak meminta maaf, apalagi meminta maaf. Dan  Dalil naqli al-Ghaffar, (Qs. Thaha/20: 82)

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى

Artinya:
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.

  1. Al-fattah yang artinya Sang Pembuka/Maha Memberi keputusan, Allah yang memutuskan mahluknya akan masuk syurga atau neraka, dan Allah yang Maha Memberi Rahmat umat-Nya. Maka masuknya seseorang yang mengamalkan sifat ini maka ia akan Tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Sesua dalam Dalil naqli, (Qs. Saba’/34: 26)
قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

Artinya: Katakanlah: “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui”

2.  Al-Qayyum yang artinya Yang Maha Berdiri Sendiri, Adapun orang yang mengamalkan sifat ini maka ia menunjukkan sikap mandiri dalam menjalankan kehidupan ini. Kita memang makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi hubungan sosial tersebut tidak menjadi alasan untuk tergantung kepada orang lain. Hubungan sosial mesti dijalin dengan baik, tetapi sikap mandiri perlu ditanamkan dalam kehidupan sehingga hidup kita tidak menjadi beban orang lain. Berikut adalah Dalil naqli dari sifat Al-Qayyum, (Qs. Al-Baqarah/2: 255)

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Artinya; “Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus ; tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

D.    Meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam 10 Asmaul Husna (Muqsith, An Nafii`, Al Waarist, Ar Raafi`, Al Baasith, Al Hafizh,  Al Waduud, Al Waalii, Al Mu`izz,  Al Afuww) dalam kehidupan sehari-hari.   
 
A)     AL Basith Al Baasith (Yang Maha Melapangkan makhluknya).
meneladani Al-basith bearti kita harus melapangkan hati sendiri dengan cara mendekatkan diri dan taat kepada allah, ketika kita ingat dan taat kepada allah maka senantiasa hati kita akan tentram. (Qs Ar-Ra’d 13.28).  selain itu kita juga harus melapangkan hati orang lain, terutama orang yg kita cintai, dengan cara membahagiakannya, sebagaimana contoh, apabila saudara kita membutuhkan bantuan maka bantulah semampu kita. Dan bagaimana bantuan yg kita berikan membuatnya menjadi senang.  Al ankabut 29.62.
B)     Al Waarist  (yang maha mewarisi)
Yang meneladani sifat ini hendaknya bila memiliki kemampuan agar menyumbangkan warisanya kepada keluarga yang lebih membutuhkan. Kalau ini tidak dapat dilakukanya, maka janganlah warisan menjadikan keluarga berantakkan, dan lebih lagi jangan memakan harta waris yang bukan haknya. Ini merupakan salah satu yang dikecam Allah secara tegas (Qs. Al-Fajr:19). Setelah itu dia dituntut agar menghiasi diri dengan sifat-sifat yang dirinci-Nya ketika menjelaskan siapa dari makhluk-Nya yang wajar menjadi ahli warist syurga (Qs. Al-Mu’minun:1-11)
C)    Al-Muizz (yang maha memulyakan mahluk-Nya)            
Kita Sadar bahwa kemulyaan itu milik allah, karnanya jika kita menginginkan kemulyaan, maka untuk meneladani-Nya kita harus taat dan patuh kepadanya, niscaya allah akan menganugrahkan kemulyaan  kepada kita. Selain itu kita juga harus memulyakan orang tua kita karna mereka adalah orang yg paling berjasa dalam hidup kita, memulyakannya dengan berbakti pada kedua orang tua, tidak sesekali menyakitinya apalagi durhaka padanya. Dan janganlah engkau terlena oleh masa-masa kesenangan dan kelapangan ketika semua itu terjadi dengan melupakan Allah didalam kesenangan dan kebahagiaanmu, dengan menjadi sombong karena mengira bahwa dirimu lah penyebab keberhasilan dan keamananmu. Maka Pada saat itu kita harus ingat kepada sahabat iman yang lain, yaitu bersyukur (syukr), karena Allah menyukai orang-orang yang bersyukur.
 
D)        AL-Hafizh ( yang maha memelihara)
Untuk meneladaninya kita harus besyukur kepedaAllah SWT yang telah memberikan beribu-ribu kenikmatan kepada kiata, termasuk di antaranya ia menciptakan hutan juga unuk kepentingan kita, untuk itu kita harus memeliharanya dengan baik dan peduli dengan lingukan, semua yang diciptakan Allah mempunyai kemanfaatan, karena itu kita harus memeliharanya dengan baik.
E)          Al-Walii  (yang maha melindungi)
Untuk meneladani sifat ini dapat dilakukan dengan tidak melindungi dan membela  orang-orang yang salah. Selalu memohon perlindungan dari godaan setan, berani mengatakan tidak untuk mengatakan hal-hal yang tidak baik meskipun menyakitkan diri sendiri maupun orang lain.
F)         An-Nafii` (Yang Maha Memberi Manfaat).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara menggunakan waktu kita dengan efektif, dan tidak menyia-nyiakannya, jika ita memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin maka hidup kita akan bermanfaat pula, selain kita menjadi orang yang disiplin, banyak pula orang yang membutuhkan karna kita di pandang sebagai orang yang giat bekerja. Karna sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi yang lainnya. Namun di dalam kesibukan, janganlah sampai melupakan-Nya dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
G)      Al Muqsith (Yang Maha Seimbang).
Sifat ini dapat di teladani dengan tidak membeda-bedakan saudara-saudara kita yang miskin dan yang kaya, yang baik dan yang buruk, kita harus menghormati dan menghargai mereka karna kita sama-sama sebagai mahluk Allah yang tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa seseorang yang lain.
H)      Al Waduud          (Yang Maha Mengasihi).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara membagikan rizqi yang kita peroleh kepada orang-orang yang lebih membutuhkannya, seperti mengasihi anak yatim dan menyantuni fakir miskin. Sebagai wujud rasa bersyukur kita kepada Allah yang telah memberikan rizqi yang cukup, sehingga kita dapat berbagi dengan yang lain.  
I)       Ar Raafi`   (Yang Maha Meninggikan makhluknya).
Meneladani sifat Ar-Raafi’ juga dapat di lakukan dengan cara kita membantu memecahkan suatu permasalahan teman yang sedang membutuhkan bantuan kita, agar ia tidak merasa terpuruk, dan sedikit meringankan bebannya, seperti yang sudah di singgung dalam keterangan di atas bahwa manusia tak bisa hidup seniri tanpa orang tang lainnya.
J)      Al Afuww   (Yang Maha Mengampuni segala kesalahan).
Untuk meneladani sifat ini dapat di lakukan dengan cara memaafkan kselahan kecil maupun kesalahan besar yang di buat oleh seseorang terhadap diri kita, meskipun kadang  enggan untuk memaafkannya karena kesalahan yang ia perbuat pada kita terlalu buruk tapi tidak ada salahnya jika kita belajar sedikit demi sedikit untuk melupakan kesalahannya dan memikirkan hal-hal yang  positif,  maka lambat laun kita akan terbiasa dengan sifat yang mudah memaafkan.

 Sumber : Buku Akidah Akhlak


CONTOH-CONTOH PERBUATAN SYIRIK




1.  Bersumpah Dengan Selain Allah
 
Termasuk syirik kecil adalah bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah dengan Nabi, Ka’bah yang mulia, wali, pembesar, tanah air, nenek moyang atau makhluk-makhluk lainnya, semua itu adalah syirik.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:
Dan siapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh ia telah kafir atau syirik”. (HR. At-Tirmizy)

2. Memakai Gelang dan Benang Penangkal

“Dan Imran bin Hushain, bahwasanya Rasulullah saw melihat pada tangan seseorang sebuah gelang, — saya kira ia berkata : dari tembaga, lalu beliau bersabda: “Celaka kamu, apa ini? “Ia menjawab: “Untuk menjaga diri dari penyakit wahinah. Beliau bersabda: “Ingatlah, ia tidak menambahmu selain kelemahan, buang jauh benda itu darimu, sesungguhnya jika kamu mati dan benda itu masih ada padamu, kamu tidak akan beruntung selamanya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Mengalungkan Jimat

mengalungkan tamimah (azimat/jimat), yaitu untaian batu atau semacamnya yang oleh orang Arab terdahulu dikalungkan pada leher, khususnya pada anak-anak, dengan dugaan ia bisa mengusir jin, atau menjadi benteng dan ‘Ain dan semacamnya. 'Ain adalah pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya. Setelah Islam datang tradisi ini dibatalkan. Rasulullah saw bersabda:
“Dan ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menggantungkan tamimah (jimat), semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan wada ‘ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya” (HR. Ahmad)

Wada'ah adalah benda yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang. Menurut anggapan orang-orang jahiliyyah, dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. “Dalam riwayat lain disebutkan: “Barangsiapa menggantungkan tamimah, ia telah syirik“ (HR. Ahmad)

Termasuk pengertian tamimah adalah: jami’ah (aji-ajian terbuat dari tulisan), khorz (jimat penangkal terbuat dari benda-benda kecil dari laut atau semacamnya), hijab (jarum tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa membentengi diri) dan semacamnya,

Jika tamimah (jimat) terdiri dan ayat-ayat al-Qur’an, atau memuat nama-nama dan sifat-sifat Allah, apakah termasuk dalam kategori yang terlarang, atau termasuk yang dikecualikan dan boleh dikalungkan?

Salaf berbeda pendapat dalam hal mi, sebagian dan mereka memperbolehkan, dan sebagian yang lain melarang. Pendapat yang kami pilih adalah melarang segala bentuk tamimah, meskipun terdiri dan ayat-ayat al-Qur’an, karena adanya beberapa dalil:

• Dalil yang melarang bersifat umum, dan hadits- hadits yang membicarakannya tidak memberikan pengecualian.
 
• Saddudz-Dzari‘ah, sebab dibolehkannya tamimah dan ayat al-Qur’an akan membuka jalan bagi pengalungan tamimah dan selainnya, dan pintu keburukan jika dibuka, sulit untuk ditutup lagi.

Saddudz-dzari’ah (langkah prefentif) adalah salah satu dalil dalam syariat Islam, dan salah satu siasah syar’iyyah dalam rangka ‘menutup pintu-pintu yang menuju kepada sesuatu yang diharamkan.
 
• Dibolehkannya tamimah dari ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pelecehan atau penghinaan al-Qur’an, sebab pemakainya bisa membawanya ke tempat-tempat najis atau semacamnya, seperti waktu buang hajat, haid, junub dan sebagainya.

• Dibolehkannya tamimah dari ayat-ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pengecilan dan penurunan nilai al-Qur’an dan tujuan diturunkannya, sebab Allah menurunkannya agar menjadi petunjuk manusia kepada sesuatu yang lebih lurus dan untuk mengeluarkan mereka dari berbagai macam kegelapan kepada cahaya (Islam), bukan untuk dijadikan sebagai tamimah untuk kalung wanita dan anak-anak.

4. Ruqyah (Mantera atau Jampi)
Termasuk sesuatu yang bertentangan dengan tauhid adalah ruqyah (mantera atau jampi), yaitu: kalimat-kalimat atau gumaman-gumaman tertentu yang biasa dilakukan oleh masyarakat jahiliyyah dengan keyakinan bisa menangkal bahaya, dengan meminta bantuan jin
Sewaktu Islam datang, tradisi seperti itu dibatalkan, sebagaimana dalam hadits:
“Dan Abdullah bin Mas’ud ra berkata,"Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,"“Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik”. (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Mantera atau Jampi yang Haram dan yang Boleh
- Jampi Yang Haram
Mantera atau jampi yang haram adalah yang di dalamnya terdapat permohonan bantuan kepada selain Allah, atau dengan selain bahasa Arab. Mantera yang demikian bisa menyebabkan kafir atau ucapan yang mengandung syirik.

- Jampi Yang Boleh
Mantera atau jampi selain dan yang disebutkan diatas, boleh dipergunakan.
Sebagaimana dalam hadits:
“Dan ‘Auf bin Malik al-Asyja’i, ia berkata,"Pada masa jahiliyyah, kami menjampi, lalu kami berkata: “Wahai Rasulullah saw, bagaimana pandangan engkau tentang hal itu?. Lalu beliau bersabda: “Tunjukkan kepadaku jampi-jampi kalian, tidak apa-apa selama tidak mengandung syirik”. (HR. Muslim dan Abu Daud)

Imam Suyuthi berkata: “Para ulama’ telah bersepakat bahwa ruqyah diperbolehkan, jika memenuhi tiga syarat, yaitu:

a. Menggunakan al-Qur’an, atau nama-nama dan sifat-sifat Allah.
b. Dengan bahasa Arab dan dapat difahami maknanya
c. Berkeyakinan bahwa ruqyah tidak mempunyai pengaruh dengan sendirinya, akan tetapi karena takdir Allah.


5. Sihir

Termasuk syirik adalah sihir, yaitu semacam cara pengelabuhan dan penipuan, diantaranya ada yang menggunakan azimat, mantera, simpul-simpul tali dan tiupan-tiupan mulut.

Ia dikategorikan syirik karena di dalamnya terdapat permohonan bantuan kepada selain Allah, baik dan jin, setan, planet dan lain-lain.
Tersebut dalam hadits: “Dan Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa membuat suatu buhulan (simpulan tali), lalu meniup padanya (sebagaimana yang dilakaukan tukang sihir), maka dia telah melakukan sihir, dan barangsiapa yang melakukan sihir, ia telah syirik, dan barangsiapa menggantungkan suatu benda (jimat), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung pada benda itu". (HR. an-Nasa’i)

Dalam Islam, sihir termasuk dosa besar, “Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dan mana saja ia datang”. (QS. Thaha : 69)
 6. Tanjim (Ramalan Perbintangan)

Termasuk dalam kategori sihir apa yang dikenal dengan nama tanjim; yaitu: pengakuan (klaim) mengetahui masa depan, baik secara umum atau khusus dengan perantaraan bintang (astrologi). Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa mengutip ilmu (pengetahuan) dan bintang, ia telah mengutip satu cabang dan sihir, ia bertambah sesuai dengan tambahan yang dikutip”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)

7. Tiwalah: Sihir dan Syirik
Tiwalah adalah sesuatu yang dibuat atau dibikin dengan anggapan hal tersebut menjadikan suami atau istri mencintai pasangannya. Dalam istilah yang akrab di telinga kita maksudnya adalah guna-guna atau pelet. Tiwalah (guna-guna) adalah semacam sihir, agar suami mencintai istrinya atau sebaliknya.
Telah disebutkan di muka, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

8. Perdukunan dan Ramalan

Perbuatan yang sama dengan tanjim adalah kahanah dan ‘arrafah, pelakunya disebut kahin dan ‘arraf.
Kahin adalah orang yang menginformasikan tentang hal-hal gaib di masa mendatang, atau yang menginformasikan tentang sesuatu yang ada pada hati manusia.

‘Arraf adalah nama yang mencakup kahin, munajjim (pelaku tanjim), rammal (peramal) dan yang semacam mereka dan setiap orang yang mengklaim mengetahui hal-hal gaib, baik tentang masa mendatang atau yang ada pada hati manusia, baik dengan cara berhubungan dengan jin, atau melihat (mengamati), atau dengan menggaris-garis di pasir atau membaca alas gelas minum atau dengan cara lainnya.

Rasulullah saw bersabda:“Siapa yang mendatangi ‘Arraf lalu ia menanyakan sesuatu dan membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari”. (HR. Muslim dan Ahmad)

“Barangsiapa mendatangi Kahin (dukun), lalu membenarkan apa yang diucapkannya, niscaya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw” (HR. Abu Daud, at-Tirmidz Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi)
Tathayyur berfirasat buruk, merasa bernasib sial, atau meramal bernasib buruk karena melihat burung, binatang atau apa saja.

9. Bernadzar Untuk Selain Allah

Termasuk syirik adalah bernadzar untuk selain Allah, seperti untuk kuburan atau penghuninya, sebab Nadzar adalah ibadah dan qurbah (upaya pendekatan diri kepada Allah), sedangkan ibadah tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah.
 
Allah berfirman: “Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah men geta- huinya. Orang-orang yang berbuat zhalim tidak ada seorang penolongpun baginya?. (al-Baqarah : 270)
Sebagian ulama’ berkata Nadzar yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat awam —sebagaimana yang kita saksikan— seperti saat ada orang yang hilang, atau sakit atau ada keperluan, lalu ia mendatangi kuburan orang salih dan berkata: “wahai tuanku, fulan ... jika Allah mengembalikan orang yang hilang, atau si sakit sembuh, atau hajatku terpenuhi, maka untukmu emas sejumlah sekian, atau makanan sedemikian rupa, atau lilin dan minyak sekian”,

Nadzar seperti ini hukumnya bathil berdasarkan ijma’, berdasarkan pada beberapa alasan berikut:

• Ini adalah nadzar untuk makhluk, sedangkan nadzar untuk makhluk tidak boleh, sebab ia adalah ibadah, dan ibadah tidak boleh untuk makhluk.
• Yang dituju dengan nadzar adalah mayit, sedangkan mayit tidak memiliki kemampuan apa-apa.
• Orang yang bernadzar mengira bahwa mayit bisa berbuat sesuatu tanpa Allah, dan meyakini yang demikian adalah kufur.
Nadzar haram, bahkan tidak boleh dipenuhi, karena tiga alasan:
 
• Tidak sesuai dengan perintah Nabi saw, sedangkan beliau telah bersabda:
“Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahku, maka amalan itu tidak diterima (ditolak) “. (HR. Muslim)
• Ia adalah nadzar untuk selain Allah, berarti ia adalah syirik, dan syirik tidak memiliki kehormatan (penghargaan), ia seperti bersumpah dengan selain Allah, sehingga tidak harus dipenuhi, tidak ada kaffarat, dan tidak ada istighfar, sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam
10. Menyembelih Untuk Selain Allah
Termasuk syirik adalah menyajikan qurban dalam menyembelth untuk selain Allah. Telah menjadi kebiasaan dan tradisi kaum musyrikin pada semua bangsa untuk menyajikan sembelihan kepada ‘tuhan’ dan berhala mereka, lalu Islam membatalkan dan mengharamkan tradisi tersebut.

Allah berfirman:

“Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”. (QS. Al-Maidah : 3)

11. Thiyarah (Berperasaan Sial Karena Melihat, Mendengar atau Bertemu Sesuatu)
Thiyarah termasuk syirik; yaitu: Adanya rasa pesimis (sial atau tidak beruntung) yang disebabkan oleh suara yang didengar, atau sesuatu yang dilihat atau semacamnya. Jika hal itu menjadikan seseorang menarik din dan hajat yang telah ia kukuhkan, seperti bepergian, menikah, berbisnis, dan semacamnya, maka ia telah masuk ke dalam syirik, sebab:

• Ia tidak ikhlas (murni) dalam ber-tawakkal kepada Allah.
• Berpaling kepada selain Allah dan memberikan tempat untuk tathayyur pada dirinya.

Rasulullah bersabda:
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda; “Barangsiapa mengurungkan hajatnya karena thiyarah (merasa sial dengan sesuatu), berarti telah syirik”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah saw, apa kaffarat (pelebur dan penebusnya)? Beliau bersabda: “Hendaklah salah seorang dan mereka berkata: “Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan, kecuali dan-Mu, tidak ada Tuhan selain diri-Mu “, (HR. Ahmad)

Rasulullah saw bersabda:
Thiyarah adalah syirik, Thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari kita kecuali (merasakannya). hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya”. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Lawan dan thiyarah adalah tafa’ul, yakni optimis, harapan baik. Maksudnya memprediksikan kebaikan berdasarkan apa yang ia dengar atau sesuatu yang ia lihat atau semacamnya.

Rasulullah mencintai tafa’ul yang baik. Tersebut dalam hadits:
Dan aku menyukai al-fa’l. Para sahabat bertanya: “Apa itu al-fa’l ? Beliau menjawab: “Kata-kata yang baik’. (Muttafaqun ‘alaih)

12. Tabarruk / Meminta Berkah Kepada Pohon dan Batu dll
Termasuk syirik yang diperangi Nabi Muhammad saw adalah meminta berkah (tabarruk) kepada pepohonan, bebatuan, kuburan dan semacamnya, dengan keyakinan bahwa ia mempunyai suatu rahasia atau keberkahan khusus, yang akan dirath oleh orang yang mengusap dan mengelusnya, atau ber-thawaf di sekeliling- nya, atau menziarahinya, atau duduk di sekitarnya.
13. Kata-kata Yang Mengesankan Syirik
Termasuk hal-hal yang diperingatkan Nabi Muhammad saw adalah kata-kata yang mengesankan syirik dan su’ul adab (“kurang ajar) terhadap Allah. Peringatan ini dalam rangka menjaga tauhid.

Hal yang termasuk dalam kategori ini antara lain:

A. Perkataan :
- Maasyaa Allahu wa syaa'a fulan (apa yang dike- hendaki Allah dan yang dikehendaki fulan), atau
- bismillahi wa bismil amir /ismisy sya'b. (dengan nama Allah dan nama amir/penguasa, atau dengan nama rakyat).
Telah disebutkan dimuka bahwa Rasulullah mengingkari perkataan seperti itu.
Apakah engkau menjadikanku dan Allah sebanding? Akan tetapi katakanlah: Masya-Allah wahdahu (kehendak Allah semata)”. (HR. Ahmad).

B. Perkataan: ,
- Laulallah wa fulan (kalau saja bukan karena kehendak Allah dan fulan), atau
- i'tamadtu 'alallah wa 'alaika (saya berpegangan kepada Allah dan kepadamu atau perkataan-perkataan yang serupa.
Saat menafsirkan firman Allah:
Karena itu, janganlah kamu men gadakan sekutu- seku tu bagi Allah (QS Al-Baqarah : 22)

C. Memberi nama dengan nama Allah atau dengan nama yang tidak layak kecuali hanya untuk-Nya.

Abu Daud meriwayatkan dan Abu Syuraih, bahwasanya dia dahulu digelari Abul Hakam, lalu Nabi Muhammad saw bersabda kepadanya:
”Sesungguhnya Allah-lah al-Hakam (Pemberi Keputusan) dan kepada-Nya-lah segala keputusan.”. (HR. Abu Daud, juga an-Nasa’i)
Setelah itu ia dipanggil dengan nama anaknya, Syuraih, sehingga panggilannya menjadi Abu Syuraih.

Sabda Rasulullah saw yang lain:
Dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw bersabda: “Nama yang paling rendah dan hina di sisi Allah adalah seseorang yang bernama (bergelar) raja diraja ... tidak ada Raja selain Allah. Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Seperti juga Syahin Syah, menurut bangsa ‘Ajam, sebab artinya adalah: raja diraja. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ahmad)

D. Menamai manusia dengan nama Abd (hamba) selain Allah
Seperti Abdul Ka’bah, Abdun-Nabi, Abdul Husain, Abdul Masih dan semacamnya. Ibnu Hazm telah menukil bahwa telah terjadi ijma’ atas haramnya nama-nama mi, kecuali Abdul Muththalib.

E. Mencela masa (zaman) saat ada kesulitan hidup atau musibah
Sebab mencelanya termasuk mengadukan Allah atau membenci-Nya, karena Dia-lah Yang Mengatur segala urusan, Mempergilirkan siang dan malam, Dia-lah Yang Berbuat segala sesuatu di alam semesta.

Karena itu dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw bersabda:
“Allah berfirman: “Anak Adam menyakiti-Ku, ia mencela masa, padahal Aku-lah masa, di Tangan-Ku segala urusan, Aku pergilirkan siang dan malam.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, Malik dan ad-Darimi)
Islam datang dengan membawa ajaran tauhid murni, memerangi berbagai bentuk syirik, besar ataupun kecil, memberikan peringatan darinya dengan sangat keras, dan mempergunakan berbagai cara.Yang paing menonjol adalah menutup pintu-pmtu berhembusnya angin kemusyrikan.
Diantara pintu-pintu itu adalah:

14. Ghuluw (berlebihan) dalam Mengagungkan Nabi SAW
Nabi Muhammad saw melarang kita untuk ghuluw (berlebihan) dalam mengagungkan menyanjungnya, beliau bersabda:
"Janganlah kalian melebih-lebihkan aku, sebagaimana umat Nasrani mëlebih-lebihkan Isa bin Maryam, aku tidak lebih adalah hamba-Nya, maka katakanlah: Hamba Allah dan Rasul-Nya”. (Muttafaqun ‘alaih)

Al-Qur’anul karim, saat menyanjungnya dalam maqom (kedudukan) yang paling mulia, Allah mensifatinya dengan Abdullah (hamba Allah), sebagai pengukuhan terhadap makna ini, sebagaimana firman-Nya:
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”. (QS. Al-Kahfi: 1)
Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba- Nya pada suatu malam. (QS Al-Isra’ : 1)

Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyukan. (QS An-Najm: 10)
Rasulullah saw jika melihat atau mendengar sesuatu yang mengarah kepada ghuluw (berlebihan) pada diri beliau, tidak segan-segan melarang orang yang mengucapkan atau melakukannya, serta mengingatkannya kepada sikap yang benar.
Sebagaimana dalam hadits:

Dan Abdillah bin asy-Syikhkhir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Saya datang bersama rombongan bani ‘Amir kepada Rasulullah saw, lalu kami berkata: “Engkau adalah sayyid (tuan) kami. Lalu beliau bersabda: “As- Sayyid adalah Allah tabaraka wata’ala”. (HR. Abu Daud)

Dan Anas bin Malik, bahwasanya ada seseorang berkata kepada nabi Muhammad saw: “Wahai sayyid kami, anak sayyid kami, yang terbaik diantara kami, dan anak orang yang terbaik diantara kami. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, katakan dengan perkataan kalian (sewajarnya), dan janganlah syetan memperdayakanmu, saya adalah Muhammad bin Abdullah, dan Rasul Allah, demi Allah, aku tidak suka kalian meninggikanku melebihi kedudukan yang Allah berikan kepadaku “. (HR. Ahmad dan an- Nasa’i di kitab Amalil Yaumi Wal-Lailah)

Pada waktu Rasulullah saw mendengar seseorang berkata: Masya-Allah wa syi’ta (Atas kehendak Allah dan kehendakmu), beliau bersabda:
Apakah karnu menjadikanku dan Allah sebanding? Akan tetapi katakanlah: Masya-Allah wahdahu (kehendak Allah semata. (HR. Ahmad)

15.Ghuluw (berlebihan) dalam Mengagungkan Orang Salih
Termasuk yang dilarang dan diperingatkan Islam adalah ghuluw kepada orang-orang shalih. Ada satu kaum ghuluw terhadap nabi Isa as, sampai-sampai menjadikannya sebagai anak Allah atau salah satu oknum dalam trinitas, bahkan sebagian lagi mengatakan: “Allah adalah Isa bin Maryam.

Kaum yang lain ghuluw terhadap pendeta dan rahib, lalu menjadikannya sebagai ‘tuhan-tuhan’ selain Allah.
Karena itu, Allah memperingatkan ghuluw ahli kitab ini dan mengecam perbuatan mereka. Allah berfirman:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas (ghuluw) dalam agamamu, dan Janganlah kami mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar” (An-Nisa’ : 171)
Katakanlah: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (ghuluw) dengan cara tidak benar, dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad saw) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dan jalan yang lurus “. (QS. Al-Maidah : 77)

Syirik yang pertama kali terjadi di bumi adalah syirik kaum nabi Nuh ‘alaihis-salam, penyebabnya adalah ghuluw terhadap orang-orang shalih.

Tersebut dalam Shahih Bukhari, dan Ibnu Abbas ra, dalam menceriterakan tentang ‘tuhan-tuhan’ musyrikin Makkah, tuhan-tuhan yang bernama: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.

Kata Ibnu Abbas radhiyallhu ‘anhuma:
Ini semua adalah nama orang-orang shalih dan kaum nabi Nuh ‘alaihis-salam. Setelah mereka meninggal, setan menyuruh kepada mereka: “Dirikanlah pada majlis-majlis mereka patung-patung, dan bernama patung-patung itu dengan nama merekà. Maka mereka melakukan saran setan itu, dan patung-patung itu tidak disembah. Tetapi setelah generasi mereka meninggal, dan ilmu terlupakan, patung-patung itu pun disembah”. (HR. Bukhari)

Sebagian salaf berkata: “Setelah orang-orang saleh itu mati, mereka menggantungkan sesuatu pada kuburannya, lalu membuat patungnya. Beberapa waktu kemudian, merekapun menyembahnya ”

Dan sini kita mengetahui bahwa ghuluw sebagian kaum muslimin kepada orang yang mereka yakini sebagai saleh dan wali, khususnya mereka yang memiliki cungkup dan menjadi tujuan ziarah mengarah kepada berbagai macam syirik, seperti bernadzar, menyembelih, meminta pertolongan (istighatsah), dan bersumpah dengan nama mereka Bahkan ghuluw mëreka bisa menyebabkan syirik akbar yaitu meyakini bahwa mereka memiliki kekuasaan dan pengaruh di alam wujud ini, memiliki kemampuan di balik hukum kausalitas dan sunnah kauniyyah, sehingga mereka diseru (disembah) selain Allah atau bersama Allah. ini adalah dosa besar dan kesesatan yang jauh.

16. Mengagungkan Kuburan
Termasuk yang diperingatkan Islam dengan sangat keras adalah mengagungkan kuburan, khususnya kuburan para nabi dan orang-orang saleh. Karena itu Islam melarang beberapa hal yang mengarah kepada pengagungan kuburan, yaitu:

17. Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, lima hari sebelum meninggal, bersabda:
Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan nabi dan orang saleh sebagai masjid. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang yang demikian “. (HR. Muslim)

Dan dan ‘Aisyah dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum, keduanya berkata: “Saat Rasulullah saw dalam sakaratul maut, terus menerus beliau menutupkan selimut ke mukanya, jika gerah, dibuka, lalu bersabda -dalam kondisi seperti itu- : “Semoga laknat Allah tetap untuk Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan kubu ran nabi mereka sebagai masjid.”.(Muttafaqun ‘alaih)

18. Shalat Menghadap Kuburan
Rasulullah saw bersabda:
Dan Abi Mirtsid al-ghunawi, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian duduk di atas kuburan, dan Jan gan shalat menghadap kepadanya?. (HR. Muslim)
Maksudnya, jangan menjadikan kuburan berada pada posisi kiblat.

19. Memberi Penerangan dan Lampu di Kuburan
Rasulullah saw bersabda:
“Allah melaknat para wanita menziarahi kuburan, dan orang-orang yang menjadikan diatas kuburan masjid dan penerangan (lampu) “. (HR. Ahmad, at-Tirmidz dan lainnya)

20. Membangun dan Mengecat Kuburan
Imam Muslim meriwayatkan dan Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata: Rasulullah saw melarang mengapur (mengecat) kuburan, duduk di atasnya dan membangun di atasnya”. (HR. Muslim)

21. Menulisi Kuburan
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah saw melarang mengapur (mengecat) kubu ran, menulisinya, membangun diatasnya dan menginjaknya”. (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

22. Meninggikan Kuburan
Dan Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah saw mengutus dan memerintahkannya untuk tidak membiarkan patung kecuali menghancurkannya, dan kuburan tinggi kecuali meratakannya”. (HR. Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ahmad)
Di dalam Sunan Abi Daud dijelaskan bahwa Rasulullah saw melarang menambah kuburan dengan bebatuan, batu bata dan semacamnya selain tanah aslinya. Karena itu Salaf yang shalih tidak menyukai penambahan batu bata pada kuburannya.

23. Menjadikan Kuburan Sebagai Perayaanaan
Abu Daud meriwayatkan secara marfu’ dan Abu Hurairah:
Rasulullah saw bersãbda: Janganlah engkau jadikan rumah kalian sebagai kuburan, dan Janganlah engkau menjadikan kuburanku sebagai ‘led (perayaan), dan ucapkanlah shalawat untukku, sebab shalawat kalian akan sampai kepadaku dan tempat kalian berada”. (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Abu Ya’la meriwayatkan dan ‘Ali bin Husain, bahwasanya ia melihat seorang lelaki mendatangi sebuah celah di dekat kuburan Nabi saw, ia memasukinya dan berdo’a, maka Ali bin Husain melarangnya seraya berkata, tidakkah aku ceritakan kepadamu apa yang diceritakan bapakku dan kakekku, dan Rasulullah saw, beliau bersabda:
Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai 'Ied dan rumah kalian sebagai kuburan, sebab ucapan salam kalian sampai kepadaku dari tempat kalian berada".
Maksud 'menjadikan kuburan sebagai 'Ied' adalah: rnenjadikannya sebagai tempat berkumpul, duduk-duduk di sekelilingnya dan semacarnnya.

Kuburan Rasulullah saw adalah kuburan yang paling utarna di atas muka bumi. Jika beliau melarang kuburannya sebagai ‘led, maka kubur lainnya lebih dilarang lagi, siapapun dia.

Mengucapkan shalawat dan salam kepada RasuIullah saw sudah mencukupi, sebab shalawat dan salam itu akan sampai kepada beliau, dan manapun datangnya.

Sumber : Buku Akidah Akhlak