Rabu, 19 Februari 2020

PENGERTIAN AKIDAH

Kata aqidah berasal dari salah satu kata dalam bahasa Arab yaitu ‘aqad, yang artinya ikatan.Dalam pembahasan yang masyhur akidah diartikan sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan.Dalam kajian Islam, akidah berarti tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam semesta ini. Akidah sebagai sebuah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan dan bantahan. Apabila kepercayaan terhadap hakikat sesuatu itu masih ada unsur keraguan dan kebimbangan, maka tidak disebut akidah. Jadi akidah itu harus kuat dan tidak ada kelemahan yang membuka celah untuk dibantah. 

Berikut ini pengertian aqidah menurut beberapa ulama:
  • Aqidah merupakan sesuatu yang dipegang teguh dan tertancam kuat di dalam hati dan tak dapat beralih dari padanya (M Hasbi Ash Shiddiqi).
  • Aqidah yaitu sesuatu yang diharuskan hati membenarkannya sehingga menjadi ketentraman jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan (Syekh Hasan Al-Banna).
  • Aqidah adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, juga membahas tentang Rasul-rasul-Nya, meyakinkan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada mereka, apa yang boleh dihubungkan pada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka (Syekh Muhammad Abduh).
  • Aqidah ialah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal sehat, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu (Abu Bakar Jabir al-Jazairy).
  •  Sedangkan M. Syaltut menyampaikan bahwa akidah adalah pondasi yang di atasnya dibangun hukum syariat. Syariat merupakan perwujudan dari akidah. Oleh karena itu hukum yang kuat adalah hukum yang lahir dari akidah yang kuat. Tidak ada akidah tanpa syariat dan tidak mungkin syariat itu lahir jika tidak ada akidah. Ilmu yang membahas akidah disebut ilmu akidah.

Adapun Ilmu akidah menurut para ulama adalah sebagai berikut:
a. Syekh Muhammad Abduh mengatakan ilmu akidah adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap ada pada-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul-Nya, meyakinkan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada mereka, apa yang boleh dihubungkan pada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkan kepada diri mereka.
b. Ibnu Khaldun mengartikan ilmu akidah adalah ilmu yang membahas kepercayaan-kepercayaan iman dengan dalil-dalil akal dan mengemukakan alasan-alasan untuk menolak kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaan golongan salaf dan ahlus sunnah.Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu akidah adalah ilmu yang membicarakan segala hal yang berhubungan dengan rukun iman dalam Islam dengan dalil-dalil dan bukti-bukti yang meyakinkan. 

Semua yang terkait dengan rukun iman tersebut sudah disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 285: Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul Nya. (mereka mengatakan): «Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya», dan mereka mengatakan: «Kami dengar dan Kami taat.» (mereka berdoa): “Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”(Q.S. Al-Baqarah [2] :285)
Dalam suatu hadis Nabi Saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril mengenai iman dengan mengatakan:“Bahwa engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat. Dan juga engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.”          ( HR. Bukhari )
Berdasarkan hadis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rukun iman itu ada enam:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat Allah
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Rasul-Rasul Allah
5. Iman kepada hari akhir,
6. Iman kepada qada’ dan qadar.
Sebagaimana telah kita diketahui bahwa agama Islam itu berasal dari empat sumber: al-Qur’an, hadis/sunnah Nabi, ijma’ (kesepakatan) dan qiyas. Akan tetapi untuk akidah Islam sumbernya hanya dua saja, yaitu al-Qur’an dan hadis sahih, Hal itu berarti akidah mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak mungkin ada peluang bagi seseorang untuk meragukannya. Untuk sampai pada tingkat keyakinan dan kepastian ini, akidah Islam harus bersumber pada dua warisan tersebut yang tidak ada keraguan sedikitpun bahwa ia diketahui dengan pasti berasal dari Nabi. Tanpa informasi dari dua sumber utama al-Qur’an dan hadis, maka sulit bagi manusia untuk mengetahui sesuatu yang bersifat gaib tersebut.
 
Dalil / Argumentasi dalam Akidah
Argumentasi yang kuat dan benar yang memadai disebut Dalil. Dalil dalam akidah ada dua yaitu:
a. Dalil ‘Aqli
Dalil yang didasarkan pada penalaran akal yang sehat. Orang yang tidak mampu mempergunakan akalnya karena ada gangguan, maka tidak dibebani untuk memahami Akidah. Segala yang menyangkut dengan Akidah, kita tidak boleh meyakini secara ikut-ikutan, melainkan berdasarkan keyakinan yang dapat dipelajari sesuai dengan akal yang sehat.
b. Dalil Naqli
Dalil naqli adalah dalil yang didasarkan pada al-Qur’an dan sunah.Walaupun akal manusia dapat menghasilkan kemajuan ilmu dan teknologi, namun harus disadari bahwa betapapun kuatnya daya pikir manusia, ia tidak akan sanggup mengetahui hakikat zat Allah yang sebenarnya. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk menyelidiki yang ghaib, untuk mengetahui yang ghaib itu kita harus puas dengan wahyu Allah. Wahyu itulah yang disebut dalil Naqli.Kebenaran dalil Naqli ini bersifat Qoth'i (pasti), kebenarannya mutlak serta berlaku untuk semua ruang dan waktu. Dalil Naqli ada dua yaitu al-Qur’an dan hadis Rasul. Hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal, cukup diyakini kebenarannya tanpa harus membuktikan dengan akal. Termasuk ke dalam bagian ini adalah hakikat hal-hal yang ghaib, seperti kiamat, alam barzakh, alam makhsyar, surga, neraka, malaikat,dan lain sebagainya.

Tujuan Akidah Islam
Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yaitu:
a. Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah. Karena Allah adalah Pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya .
b. Membebaskan akal dan pikiran dari kegelisahan yang timbul dari lemahnya akidah. Karena orang yang lemah akidahnya, adakalanya kosong hatinya dan adakalanya terjerumus pada berbagai kesesatan dan khurafat.
c. Ketenangan jiwa dan pikiran tidak cemas. Karena akidah ini akan memperkuat hubungan antara orang mukmin dengan Allah, sehingga ia menjadi orang yang tegar menghadapi segala persoalan dan sabar dalam menyikapi berbagai cobaan.
d. Meluruskan tujuan dan perbuatan yang menyimpang dalam beribadah kepada Allah serta berhubungan dengan orang lain berdasarkan ajaran al-Qur’an dan tuntunan Rasulullah saw.
e. Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak menghilangkan kesempatan yang baik untuk beramal baik. Sebab setiap amal baik pasti ada balasannya. begitu sebaliknya, setiap amal buruk pasti juga ada balasannya. Di antara dasar akidah ini adalah mengimani kebangkitan
serta balasan terhadap seluruh perbuatan.“Dan masing-masing orang yang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al-An’am [6]: 132)
Nabi Muhammad Saw. juga mengimbau untuk tujuan ini dalam sabdanya:“Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan dari Allah dan jangan lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau katakan: Seandainya aku kerjakan begini dan begitu. Akan tetapi katakanlah: Itu takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan. Sesungguhnya mengandai-andai itu membuka perbuatan setan.” (HR Muslim)
f. Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki individu-individu maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.“Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS. An-Naতl [16] : 97)
 
Metode-Metode Peningkatan Kualitas Akidah
Seorang mukmin harus memiliki kualitas akidah yang baik, yaitu akidah yang benar, kokoh dan tangguh. Kualitas akidah tidak hanya diukur dari kemauan seseorang untuk percaya kepada Allah Swt. atau kepada yang lain seperti yang tercantum di dalam rukun iman. Namun lebih jauh dari itu, kepercayaan itu harus bisa dibuktikan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Percaya saja tidak cukup, tapi harus diikuti dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari di manapun berada.Seseorang yang beriman kepada Allah Swt. maka ia harus melakukan semua yang diperintahkan Allah Swt. dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. Jika ia beriman kepada kitab Allah, maka ia harus melaksanakan
ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Jika ia beriman kepada para rasul Allah, maka ia wajib melaksanakan ajaran yang disampaikan para rasul dengan sebaik-baiknya serta meneladani akhlaknya.
Untuk itu mengingat pentingnya kekuatan akidah itu dimiliki oleh setiap mukmin, maka diperlukan upaya-upaya atau cara-cara yang baik agar bisa meningkatkan keyakinan dan memudahkan menerapkan semua keyakinannya itu di dalam kehidupannya di masyarakat. Sebab kepercayaan atau keyakinan itu bisa tumbuh paling tidak karena tiga hal; yaitu karena meniru orang tua atau masyarakat, karena suatu anggapan dan karena suatu pemikiran (dalil aqli).Di antara cara atau metode yang bisa diterapkan adalah 
(1) Melalui pembiasaan dan keteladanan. Pembiasaan dan keteladanan itu bisa dimulai dari keluarga. Di sini peran orang tua sangat penting agar akidah itu bisa tertanam di dalam hati sanubari anggota keluarganya sedini mungkin. Keberhasilan penanaman akidah tidak hanya menjadi tanggungjawab guru saja, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak. Karena itu, semuanya harus terlibat. Selain itu pembiasaan hidup dengan kekuatan akidah itu harus dilakukan secara berulang-ulang (istiqamah), agar menjadi semakin kuat keimanannya.
(2) Melalui pendidikan dan pengajaran
Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain untuk menanamkan
akidah di dalam hatinya. Penanaman kalimat-kalimat yang baik seperti dua kalimat syahadat dan kalimat lƗ ilaha ill Allah (tiada Tuhan selain Allah) sangat penting untuk menguatkan keimanan seseorang. Pendidikan dan pengajaran menjadi salah satu cara yang tepat dalam menanamkan akidah dan meningkatkan kualitas akidah.Islam mendidik manusia supaya menjadikan akidah dan syariat Allah sebagai rujukan terhadap seluruh perbuatan dan tindakannya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam menjadi kewajiban orang tua dan guru di samping menjadi amanat yang harus dipikul oleh satu generasi untuk disampaikan kepada generasi berikutnya, dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anak-anak.

Prinsip-Prinsip Akidah Islam
Prinsip-prinsip akidah secara keseluruhan tercakup dalam sejumlah prinsip agama Islam.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
a. Pengakuan dan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah Esa. Beriman kepada Allah dan hanya menyembah kepada Allah, dan tidak menyekutukan Allah.
b. Pengakuan bahwa para Nabi telah diangkat dengan sebenarnya oleh Allah Swt. untuk menuntun umatnya. Keyakinan bahwa para Nabi adalah utusan Allah Swt. sangat penting, sebab kepercayaan yang kuat bahwa Nabi itu adalah utusan Allah, mengandung konsekuensi bahwa setiap orang harus meyakini apa yang dibawa oleh para Rasul utusan Allah tersebut berupa kitab suci. Keyakinan akan kebenaran kitab suci menjadikan orang memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia.
c. Kepercayaan akan adanya hari kebangkitan. Keyakinan seperti ini memberikan kesadaran bahwa kehidupan dunia bukanlah akhir dari segalanya. Setiap orang pada hari akhir nanti akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawaban selama hidupnya di dunia. 
d. Keyakinan bahwa Allah Swt. adalah Maha Adil. Jika keyakinan seperti ini tertanam di dalam hati, maka akan menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan mendapatkan balasan dari Allah Swt. Orang yang berbuat kebaikan akan mendapatkan balasan yang baik, seberapapun kecilnya kebaikan itu. Sebaliknya perbuatan jelek sekecil apapun akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt.


Sumber : Buku Akidah Akhlak

Kamis, 23 November 2017

MEMBIASAKAN SIKAP IFFAH



MEMBIASAKAN SIKAP IFFAH

PENGERTIAN ‘IFFAH

Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu- ‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik,  iffah juga berarti kesucian tubuh. Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.
Iffah (al-iffah) juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara kesucian diri (al-iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara kehormatan.

IFFAH DALAM KEHIDUPAN

iffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap berada dalam keadaan kesucian. Hal ini dapat dilakukan dimulai memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk. Sedangkan kesucian diri terbagi ke dalam beberapa bagian:


1.      Kesucian Panca Indra; (QS. An-Nur [24] : 33)
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (QS. An-Nur [24] : 33)
Kesucian Jasad; (QS. Al-AZzǎb [33] : 59)

Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: «Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka». yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-AZzǎb [33] : 59)

2.      Kesucian dari Memakan Harta Orang Lain; (QS. An-Nisa [4] : 6)

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. ke mudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (QS. An-Nisǎ' [4] : 6)

3.      Kesucian Lisan
Dengan cara tidak berkata menyakitkan orang tua seperti
firman Allah Swt.
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan «ah» dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia (QS. Al Isrǎ [17] : 23)

KEUTAMAAN IFFAH

Dengan  demikian,  seorang  yang  ‘afif  adalah  orang  yang bisa menahan diri dari perkara-perkara yang dihalalkan ataupun diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah:.
Artinya; “Apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus melakukan usaha-usaha untuk membimbing jiwanya dengan melakukan dua hal berikut:
1. Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan menjaga kehormatan diri sehingga tidak berharap mendapatkan apa yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak meminta kepada makhluk, baik secara lisan (lisǎnul maqal) maupun keadaan (lisanul hal).
2. Merasa cukup denganAllah,percaya dengan pencukupan-Nya. Siapa yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupinya. Allah itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya. Bila hamba menyangka baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia bersangka selain kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang disangkanya.
Untuk mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslim untuk menjaga kehormatan diri, di antaranya:

1.      Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakan sunnah Rasulullah,
2.      Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman yang jelas akhlaknya,
3.      Selalau mengontroldiridalamurusanmakan, minumdanberpakaian secara Islami,
4.      Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yang diperolehnya,
5.      Menundukkan pandangan mata (ghadul bashar) dan menjaga kemaluannya,
6.      Tidak khalwat (berduaan) dengan lelaki atau perempuan yang bukan mahramnya,
7.      Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang fitnah.

’Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt. Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan- keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan saat telah dewasa. Dari sifat ’iffah akan lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana’ah, jujur, santun, dan akhlak terpuji lainnya.

Ketika sifat ’iffah ini sudah hilang dari dalam diri seseorang, akan membawa pengaruh buruk dalam diri seseorang, akal sehat akan tertutup oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana baik dan buruk, yang halal dan haram.

Sumber : Buku Akidah Akhlak

Jumat, 29 Mei 2015

ROSUL-ROSUL ULUL AZMI DAN MUKJIZATNYA



Rasul-rasul Ulul Azmi dan Mu’jizatnya

Ulul Azmi artinya seorang Rasul Allah yang memiliki ketabahan hati yang luar biasa. Dari 25 Rasul Allah yang meraih derajat Rasul Ulul Azmi ada lima.
Rasul-rasul yang meraih derajat Ulul Azmi tersebut yaitu:
  1. Nabi Nuh AS
  2. Nabi Ibrahim AS
  3. Nabi Musa AS
  4. Nabi Isa AS
  5. Nabi Muhammad AS
Mu’jizat Nabi-nabi Ulul Azmi
Yang dimaksud dengan Rasul Ulul Azmi adalah  para Rasul yang mempunyai keistimewaan atau kelebihan, serta tabah dalam menghadapi cobaan.
Mu’jizat adalah semacam kejadian atau kepandaian yang luar biasa pada diri seorang Nabi atau Rasul, yang datangnya dari Allah SWT.
  1. Mu’jizat Nabi Nuh AS
Kemampuan membuat perahu
Ketika perahu Nabi Nuh dibakar oleh umatnya tidak bisa terbakar
Dengan perahu itu pula, Nabi Nuh dan pengikutnya diselamatkan oleh Allah dari bencana banjir
  1. Mu’jizat Nabi Ibrahim AS
Ketika masih bayi ibu jarinya bisa mengeluarkan madu
Peristiwa penyembelihan Ismail, yang kemudian digantikan gibas (domba)
Ketika dibakar oleh Raja Namrud, tidak terbakar.
  1. Mu’jizat Nabi Musa AS
Tongkat yang dimilikinya bisa berubah menjadi ular yang besar, sehingga bisa mengalahkan ular ciptaan tukang sihir Raja Fir’aun
Dengan tongkat itu pula Nabi Musa bisa membelah lautan, ketika Nabi Musa dan pengikutnya di kejar-kejar oleh Fir’aun dan tentaranya.
Ketika pengikut Nabi Musa kehausan, tongkat beliau dipukulkan ke batu, kemudian memancar- kan air untuk di minum.
  1. Mu’jizat Nabi Isa AS
Bisa berbicara ketika masih bayi
Menjadikan burung dari tanah
Dapat menyembuhkan penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan, seperti lepra, buta dan lain-lain
Dapat menghidupkan orang yang sudah meninggal atas ijin Allah.
  1. Mu’jizat Nabi Muhammad SAW
Dengan menunjukkan telunjukknya, beliau bisa membelah bulan dan merapatkannya kembali
Ketika umatnya kekurangan air, dari sela-sela jari beliau dapat mengeluarkan air yang cukup untuk di minum dan untuk berwudlu oleh banyak orang
Peristiwa Isra’ Mi’raj, jakni diperjalankannya Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian naik ke Sidratul Muntaha
Al-Qur’an merupakan mu’jizat yang paling besar bagi Nabi Muhammad SAW. Karena Al-Quran sangat universal di sepanjang zaman, yang memuat berbagai hal yang menyangkut kehidupan seluruh makhluq, baik di dunia maupun di akhirat, juga berbagai macam ilmu pengetahuan.


ADAB MENJENGUK ORANG SAKIT



ADAB MENJENGUK ORANG SAKIT

Diantara sekian banyak amal shaleh yang ditekankan oleh syari'at kita serta dijanjikan bagi para pelakunya dengan ganjaran yang besar ialah menjenguk orang sakit. Yang paling jelas adalah sebuah sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Bara' bin Azib radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan:
« أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ وَرَدِّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami untuk mengerjakan tujuh perkara: 'Beliau memerintahkan kami supaya mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang terdhalimi, membantu melepas (kafarah) sumpah, menjawab salam dan mendo'akan orang yang bersin". HR Bukhari no: 1239. Muslim no: 2066.

Adab bagi yang menjenguk:
Sunah yang dianjurkan bagi orang yang sedang menjenguk ialah mendo'akan orang yang sedang sakit dengan rahmat dan ampunan, penghapus dosa, keselamatan dan kesembuhan. Salah satu do'a beliau ialah seperti yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau menceritakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Adalah kebiasaan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila datang pada orang yang sedang sakit beliau mendo'akan orang tersebut dengan do'a: "Hilangkanlah sakit, wahai Rabb manusia. Sembuhkanlah, Engkau adalah Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan -Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit". HR Bukhari no: 5675. Muslim no: 2191.

Dalam menjenguk orang sakit ada beberapa pelajaran yang bisa kita raih diantaranya:

Pertama: Pahala yang besar dari Allah azza wa jalla, sebagaimana telah lewat penjelasannya dalam hadits-hadits terdahulu.
Kedua: Akan menguatkan kondisi si sakit dikarenakan dikunjungi oleh orang yang dicintainya.
Ketiga: Mendo'akan pada orang yang sakit. Atau merasa kehilangan kabar tentangnya sehingga hal tersebut tidak mungkin bisa diketahui kecuali bila dirinya datang menjenguknya.
Keempat: Mengingatkan bagi pengunjung akan nikmat Allah Shubhanahu wa ta’alla yang sangat besar padanya yaitu nikmat sehat, dimana hal tersebut tidak diperoleh sama saudaranya.
Kelima: Mengajak untuk masuk ke dalam Islam jika yang dijenguknya adalah non muslim.
Keenam: Terkadang dirinya bisa menyarankan bagi si sakit untuk mengkonsumsi obat tertentu yang telah ia ketahui, sehingga hal tersebut memberi manfaat untuknya dan dirinya.
Ketujuh: Memasukan rasa senang pada hati orang yang sedang sakit dengan menyebutkan kabar gembira padanya.
Kedelapan: Akan menumbuhkan rasa saling menyayangi, mencintai serta mengasihi dilingkungan muslim. Yaitu dengan cara memotivasi orang yang sedang sakit sehingga dirinya serta keluarganya merasa tidak sendirian merasakan musibah yang sedang dideritanya, bersama-sama merasakan beban dan musibahnya.